
MADINAH (ManasikNews) – Jamaah haji khusus tahun 2019 asal Indonesia secara bergelombang telah tiba di Tanah Suci.
Sebagian besar haji khusus yang diberangkatkan oleh kalangan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, untuk selanjutnya langsung menuju Mekah.
Sampai awal pekan keempat Juli 2019, jumlahnya mencapai 5.888 orang yang berasal dari 93 PIHK. Tahun ini, Indonesia memperoleh kuota haji khusus sebanyak 17 ribu dari Pemerintah Arab Saudi.
Berkaitan dengan haji khusus, Kasi Pengawasan PIHK Daker Madinah Ali Machzumi meminta kepada kalangan PIHK atau agen perjalanan agar terbuka kepada jamaah.
Salah satunya terkait status visa. Jangan sampai menjanjikan haji khusus, namun menggunakan visa ziarah. Sebab, untuk bisa ziarah saat musim haji tidak bisa digunakan untuk umrah, apalagi sebagai syarat berhaji.
“Sudah bayar mahal tapi tidak bisa berhaji, sama saja membohongi. Pemegang visa ziarah tidak akan bisa masuk ke Mekah. Jika pun kemudian bisa, itu dipaksakan dengan membayar oknum atau memanfaatkan mukimin dengan imbalan sejumlah uang,” ujar Ali di Madinah, baru-baru ini, seperti dikutip laman resmi Kemenag RI.
Masyarakat juga diminta jeli atau mewaspadai jika ada tawaran tersebut. Jika memang mampu membayar, akan lebih baik dan aman jika sekalian membayar untuk haji furoda. Karena meski biaya lebih tinggi, tapi ada jaminan berhaji karena visanya memang untuk haji.
Langkah tersebut menjadi salah satu solusi jika ingin berhaji tanpa antre. Karena sudah ada keabsahan dan dibuka dari Pemerintah Arab Saudi. Namun jika anggaran jamaah calon haji tidak cukup, dapat mendaftar haji khusus dengan masa tunggu antara 4 – 5 tahun.
“Harga bisa ziarah dan haji sebenarnya hampir sama. Kalau hanya untuk ziarah, tidak lewat travel juga bisa. Masa aktifnya 90 hari. Jika pakai visa ziarah dan ketahuan dipaksakan berhaji, kemungkinan akan ditahan dan dideportasi. Kasihankan sudah bayar mahal, cuma sampai Arab Saudi tapi tidak haji. Bahkan umrah pun tidak bisa jika musim haji belum berakhir,” papar Ali.
Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah, Akhmad Jauhari, menyatakan status Kementerian Agama sebatas sebagai pengawas.
“Terkait layanan kepada jamaah haji khusus, di sini Kemenag bukan sebagai penyelenggara, namun hanya melakukan pengawasan. Apakah standar pelayanan minimal telah diberikan kepada jamaah atau belum,” ucap dia.
Pengawasan atau pantauan terkait sejauh mana kesesuaian kontrak antara jamaah dan pihak PIHK. Sebelumnya, pada periode 19-23 Juli 2019 tim Kemenag telah memantau hotel yang ditempati jamaah haji khusus.
Dalam pemantauan tersebut ditemukan masalah yang signifikan, yaitu ada dua orang jamaah haji furoda dengan visa ziarah. Hal ini akan ditindaklanjuti, kendati tim Kemenag belum mendapatkan laporan lagi perihal temuan tersebut.
Terkait jamaah haji furoda, memang terdapat visa haji dan bukan haji (nonhaji). Berdasarkan aturan perundangan (UU No 8 Tahun 2019), jamaah haji furoda yang visanya haji harus mendaftar lewat PIHK. Setelah itu PIHK harus melaporkan kepada pemerintah (Kemenag RI).
Hingga akhir pekan keempat Juli 2019, Kemenag RI belum mendapatkan laporan terkait PIHK yang memberangkatkan jamaah haji dengan visa furoda. (wyn)