
MADINAH (ManasikNews) — Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama melakukan pemantauan dan pengawasan penyelenggaraan ibadah umrah oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) di Arab Saudi. Pemantauan dilaksanakan di dua kota suci, yaitu Madinah dan Mekah, pada awal Desember 2019.
Pemantauan yang dipimpin Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, M Arfi Hatim, bertujuan memastikan jamaah umrah mendapat layanan sesuai standar pelayanan minimal (SPM) seperti diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
“Kami melakukan pengawasan kepada PPIU dalam menyediakan pelayanan kepada jamaahnya sesuai dengan standar pelayanan dan perjanjian paket yang telah disepakati dengan jamaah. Baik pelayanan tentang bimbingan manasik, akomodasi, konsumsi, transportasi, penyediaan petugas, dan perlindungan jamaah,” ungkap Arfi Hatim di Madinah, Sabtu (8/12/2019), seperti dikutip laman Kemenag.
Menurut Arfi, standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam bimbingan manasik wajib diberikan PPIU kepada jamaah, baik saat keberangkatan, dalam perjalanan, dan selama berada di Arab Saudi.
Untuk pelayanan akomodasi di Mekah, PPIU wajib menyediakan hotel-hotel yang berjarak paling jauh 1.000 meter dari Masjidil Haram. Jika jarak hotel jamaah bisa lebih dari 1 Km, PPIU wajib menyediakan transportasi dari dan ke (shuttle) Masjidil Haram selama 24 jam.
Untuk posisi hotel jamaah di Madinah, lokasinya berada di wilayah markaziyah (paling jauh 650 meter dari masjid Nabawi). “Adapun kelas hotel-hotel yang ditempati jamaah minimal berbintang tiga,” kata dia.
Adapun untuk konsumsi selama di Arab Saudi, jamaah wajib diberikan sebanyak 3 kali makan dalam sehari dalam bentuk prasmanan.
Terkait layanan transportasi udara dari Tanah Air ke Arab Saudi dan sebaliknya, Arfi mengatakan, jamaah harus mendapat layanan penerbangan langsung atau maksimal satu kali transit.
Sedangkan untuk transportasi darat, jamaah diangkut dengan bus yang layak, aman, dan nyaman. Jamaah juga wajib mendapatkan perlindungan, baik perlindungan sebagai warga negara saat berada di luar negeri, pelayanan kesehatan, dan asuransi.
“Standar pelayanan minimal ini kami cek untuk memastikan jamaah umrah mendapatkan hak-haknya,” ucap dia.
Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Haji Khusus, M Noer Alya Fitra, menambahkan, selain soal layanan, pemantauan juga dilakukan untuk memeriksa keberadaan Non-PPIU yang memberangkatkan ibadah umrah.
“Hasil pengawasan di lapangan, kami mencatat masih ada Non-PPIU yang difasilitasi oleh PPIU dalam memberangkatkan jamaah umrah. Hal itu melanggar regulasi, dan sesuai dengan amanah regulasi, kami akan tindak PPIU yang memfasilitasinya agar penyelenggaraan ibadah umrah menjadi lebih tertib dan aman,” ungkap dia.
Selain sebagai bagian dari pengendalian kualitas layanan dan penegakan regulasi, hasil pemantauan dan pengawasan ini menjadi salah satu bahan bagi penyempurnaan PMA tentang penyelenggaraan umrah.
Seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, maka regulasi turunannya harus disempurnakan dan disesuaikan dengan Undang-Undang baru tersebut. (wyn)